Seperti halnya beberapa kota besar di Indonesia, Makassar ikut diserbu bisnis yang mengklaim oleh-oleh khas. Bisnis baru ini mengambil pola yang sama, membawa nama artis nasional sebagai brandingnya. Di awal tahun ini, terdapat dua bisnis dengan model seperti itu. Makassar Baklave oleh Irfan Hakim dan Bosang oleh Ricky Harun.
Baklava, Makanan Khas Turki
Bulan Desember tahun lalu, kehadiran toko Makassar Baklave ini sudah santer terdengar. Dari beberapa komunitas yang saya ikuti, membernya ditawari untuk menjadi buzzer online. Seringnya kue ini dibicarakan, membuat saya penasaran. Saat itu juga saya mencari tau tentang si cemilan manis bernama baklava ini.
Dari sumber wikipedia disebutkan bahwa Baklava adalah sejenis makanan ringan di kawasan Turki dan daerah-daerah tempat mantan kekuasaan Kerajaan Ottoman. Makanan ini terdiri dari kacang walnut atau pistache yang dicincang dan diberi pemanis dan dibungkus adonan roti tipis atau pastry. Membaca ulasan ini, membuat saya akhirnya teringat bahwa saya pernah mencoba kue ini. Tahun lalu teman membawanya kala pulang pesiar dari Turki. Teksturnya garing dari lapisan pastri yang tipis dengan rasa yang sangat manis dari madu yang menjadi filling-nya.
Dengan penggunaan pastry sebagai bahan utamanya, sebenarnya banyak kue sejenis yang sudah lama berkembang. Bukti tertua didapatkan di buku resep dari abad ke – 14 yang ditemukan di Tiongkok. Dalam buku resep tersebut, kue berbentuk pastri seperti baklava disebut gullach.
Kuliner Terus Berkembang
Sama halnya perkembangan kuliner lainnya, di suatu tempat ia akan menyesuaikan dengan bahan dan cita rasa setempat. Di Turki dan sekitarnya, kue pastri ini berkembang dengan penggunaan kacang walnut atau pistache. Penambahan madu khas dari daerah tersebut membuat cita rasanya berbeda dengan kue pastri sejenis. Kue inilah yang kemudian disebut baklava. Karena banyaknya duplikasi baklava, Turki bahkan membuat standarisasi untuk oleh-oleh khasnya tersebut.
Makassar Baklave
Di Makassar, baklava khas Turki itu kemudian berganti nama menjadi Makassar Baklave. Oleh manajemen toko kue itu dibranding sebagai oleh-oleh khas kota daeng. Banyak warga yang nyinyir dan tidak terima. Padahal mereka tidak paham saja, kehadiran Makassar Baklave adalah bukti bahwa Makassar betul-betul telah mewujud menjadi kota dunia. Harapan yang selalu digaungkan walikotanya. Bukankah seharusnya kita bangga?
Menurut manajemen Makassar Baklave, kue ini disesuaikan dengan selera dan ciri khas orang Makassar. Penambahan kue bolu di bawah baklava mengirimkan pesan bahwa orang Makassar itu manis dan lembut.
Kalau memang menyesuaikan dengan ciri khas Makassar, mengapa base cake-nya tidak sekalian menggunakan bolu peca, cucuru bayao atau sekalian bludder. Aduuuh… maaf saya lupa kalau Makassar ini kan kota modern dengan banyak warga kerennya. Mana mau mereka mengakui kue yang kampungan seperti itu. Tentu lebih membanggakan mengakui cheesecake atau chocolate cake yang lembut sebagai kue khasnya.
Bisnis Oleh-oleh Khas
Akhir-akhir ini, bisnis kuliner yang membranding diri sebagai oleh-oleh khas kian marak. Dimanapun, bisnis oleh-oleh menjadi bisnis yang sangat seksi. Market yang disasar jelas, orang yang berkunjung atau yang akan keluar kota. Selain itu, warga kota yang menetap juga jadi bias target market. Lingkup market ini memang akan mendatangkan omset yang cukup tinggi, karena biasanya pembeli tidak hanya membeli satu tetapi beberapa untuk dibagikan ke koleganya. Jenis bisnis inipun beragam. Mulai dari aneka kue hingga cemilan ringan.
Di beberapa kota besar, kue dengan bentuk yang mirip dengan cepat mengklaim diri sebagai oleh-oleh khas. Mulai dari Medan, Malang, Surabaya, dan Jogjakarta. Perpaduan antara bolu yang lembut, vla dan pastri dengan sedikit perubahan.
Bosang Makassar
Bosang melihat ini sebagai potensi yang pantas untuk digarap di Makassar. Dengan menjadikan pisang sebagai bahan utama, Bosang menyentuh relung hati warga Kota Daeng. Bisnis kue yang mirip di kota besar lain pun diduplikasi oleh Bosang. Perpaduan kue bolu, pastri dan vla. Begitupula Makassar Baklave, pada satu variannya mereka menggunakan pisang untuk mencirikhaskan Makassar. Di dalam lapisan pastri terdapat pisang dengan cheesecake sebagai basecake-nya.
Bukankah sudah sejak lama kita terkenal sebagai daerah pengolah berbagai kuliner pisang? Pisang ijo, barongko, pisang epe, sanggara balanda dan banyak olahan pisang lain menjadi kuliner yang banyak dicari orang. Mengapa disaat Bosang hadir, kita baru ribut dan tak mau mengakuinya sebagai oleh-oleh khas?
Ah… mungkin memang penggerak bisnis kuliner di kota ini yang kurang inovasi? Sudah lama memperkenalkan produk pisangnya tapi bisnisnya begitu-begitu saja? Mungkin kamu butuh belajar lagi. Belajar manajemen, belajar marketing dan belajar tentang strategi bisnis yang lain. Karena produk yang baik saja tidak cukup, butuh kemampuan bisnis dan tentu saja modal yang cukup untuk membangun branding-nya. Foto produkmu sudah bagus belum? Kalau hal sepele itu kamu tidak perhatikan untuk masuk di sosial media marketing, kenapa harus mencemburui mereka yang bekerja maksimal?
Milik Artis
Bisnis kuliner yang over klaim sebagai oleh-oleh khas suatu daerah selain mempunyai bentuk kue yang sama, juga mempunyai pola marketing yang sama. Mereka melibatkan artis sebagai ownernya.
Sang artis pun memanfaatkan popularitasnya untuk membangun branding. Dengan cepat mereka bisa manjadikan fans sebagai target market yang potensial. Sang target market dengan mudah terpengaruh, dengan antusias mereka membeli kue tersebut. Tidak peduli betapa panjang antriannya, mereka akan berada di garis di depan agar bisa membeli kue langsung dari sang artis.
Lalu kenapa kamu yang pusing kalau sang fans rela berantri panjang untuk membeli kue si artis? Makanya jadi artis juga supaya terkenal. Makanya jadi artis juga supaya punya banyak modal. Makanya jadi artis juga biar tidak sulit untuk over claim. Toh kalau sang fans membeli banyak, si artis juga yang tambah kaya. Kamu yang nyinyir tetap tidak dapat apa-apa.
Selain itu tenaga kerja yang bekerja di usaha artis, punya prestise yang tinggi. Tidak peduli kalau gajinya lebih kecil dari gaji yang kamu tawarkan sebagai pengusaha kuliner lokal di kota ini. Dengan begitu, lapangan kerja yang dibuka pun semakin besar tidak peduli seberapa kuat kamu sebagai pengusaha lokal mengusahakannya.
Kebanggaan atau Tantangan?
Pada akhirnya bisnis oleh-oleh khas Makassar dari sang artis adalah kebanggaan bagi banyak orang. Demi apa cemburu? Demi apa nyinyir? Demi apa tidak terima? Coba pikirkan lagi, mungkin energinya lebih baik digunakan untuk belajar lagi.
Bolu peca, cucuru bayao … hm, kayaknya belum ada yang berinovasi dengan kue jenis ini, ya?
Kalo bluder, sepertinya bukan asli sini. Kayaknya ada pengaruh Belanda dulu, yah … kayaknya …
Cafe Mama tawwa kak..
kalau bluder kayaknya itu pengaruh dari Belanda memang, masuk lewat Sulawesi Utara
Hahaha jleb sekali untuk si tukang nyinyir
Daripada ke Turki cari kuenya kan.. lebih “murah” belinya di kota sendiri, jadi mari makan kue baklave sambil membayangkan berada di Turki
pernahma baca postingan dgn tema seperti ini, ternyata ada yg tulis dgn sudut pandang lain :)))
mantap kak, makanya jadi seleblog kayak kak inart 🙂