Saya baru saja menghabiskan semangkok coto disebuah warung coto yang cukup terkenal di kota ini. Makanan berkuah dengan cita rasa khas Makassar. Baru-baru saja makanan ini ditetapkan sebagai ikon kuliner Kota Makassar. Wajar saja, makanan ini memang cukup mewakili kita.
Ikon Sebagai Representatif
Saat kita berbicara tentang ikon, maka kita akan berbicara tentang simbol. Sebuah bentuk yang mewakili atau menunjukkan sesuatu yang diwakilinya. Begitu pula saat kita berbicara tentang ikon kuliner. Jenis kuliner yang terpilih menjadi ikon merupakan representatif dari wilayahnya. Ia menjadi simbol. Hanya dengan menyebut jenis kuliner tersebut, maka ingatan kita akan terbang ke sebuah wilayah. Bahkan memori akan cita rasanya tidak hanya akan membawa ingatan kita melesat tetapi juga akan menghadirkan sebuah kerinduan. Ikon kuliner tidak hanya memainkan indra penglihatan dan pengecap tetapi juga menyentuh relung hati terdalam.
Kekuatan ikon ini yang menjadi awal mengapa ikon kuliner Makassar penting untuk ditetapkan. Selain karena kuliner tradisional merupakan produk yang mewakili nilai penting di industri pariwisata dan jadi elemen penting dalam perjalanan wisata. Juga karena kuliner memberikan konstribusi sebesar 19,33% dan menghabiskan 38,48% pengeluaran wisatawan di Makassar.
Kuliner adalah sebuah ekspresi identitas dan budaya masyarakat setempat. Karena sebuah peradaban sejatinya tidak terlepas dari perkembangan kuliner. Oleh karena itu, wisata kuliner mendapatkan tempat tersendiri pada pariwisata budaya. Wisatawan tidak hanya berharap bisa mencicipi tetapi juga berharap dapat mengetahui bahan serta cara membuatnya.
Makassar dan Potensi Kuliner
Pada suatu kesempatan di acara kulinernya di televisi, Pak Bondan pernah mengungkapkan bahwa Makassar adalah salah satu surga kuliner. Jenisnya yang beragam dan cita rasa yang dapat diadu membuat potensi kuliner Makassar patut diandalkan.
Memang tak ada kuliner Makassar yang betul-betul original. Semuanya adalah sebuah hasil asimilasi budaya dan itu yang membuatnya semakin kaya. Arab serta Cina mendominasi dalam hal citarasa dan tekstur, khususnya makanan utama. Sedangkan untuk makanan penutup dan kue, beberapa di pengaruhi budaya Eropa. Jika kue-kue di Eropa menggunakan susu dan telur, untuk menyesuaikan bahan yang ada, kue tradisional menggantinya dengan santan.
Kedudukan produk kuliner berada di posisi yang sangat strategis. Di Makassar, pertumbuhan bisnis kuliner meningkat cukup signifikan. Bahkan termasuk yang tertinggi di Indonesia. Jenis kuliner yang berkembang pun aneka ragam. Mulai dari aneka macam makanan pembuka, makanan utama, dan makanan penutup.
Peluang mengembangkan bisnis kuliner di Makassar memang cukup besar. Berubahnya gaya hidup warga kota yang lebih modern menuntut kuliner terbaru dan beragam. Ditunjang dengan citarasa kuliner yang sangat eksotik membuat penggemarnya cukup banyak. Apalagi dengan banyaknya bahan baku lokal yang tersedia. Serta metode masak yang lebih atraktif membuat perkembangan kuliner kota ini meningkat cukup signifikan.
Tantangan
Meski perkembangan kuliner di Kota Daeng ini cukup pesat, tetap saja ada tantangan yang harus dihadapi. Pola hidup latah masyarakat yang selalu ingin mencoba hal yang baru, tetapi akhirnya cepat bosan. Membuat beberapa bisnis kuliner ramai di awalnya tetapi akan sepi setelah beberapa waktu berjalan.
Selain itu apresiasi terhadap kuliner masih tergolong rendah. Masih banyak kalangan yang tidak rela merogoh kantong lebih dalam untuk menikmati makanan yang terbuat dari bahan berkualitas. Kreativitas dan penyajian pun cenderung masih konvensional karena maish kurangnya standarisasi produk.
Persoalan promosi dan pemasaran juga masih terbatas. Masih banyak usaha kuliner yang belum memanfaatkan media promosi secara maksimal.
Terakhir, masih kurang tergalinya identitas makanan khas. Padahal di tempat lain, perjalanan wisata yang menyertakan pendalaman tentang identitas makanan tertentu sudah cukup marak dan digemari. Para wisatawan kuliner tidak lagi hanya mengharapkan bisa mencicipi sebuah makanan. Tetapi juga berharap bisa mengetahui latar belakang, bahan serta proses pembuatan hingga sampai ke mejanya.
Kondisi di atas yang menjadi latar belakang Dinas Pariwisata Kota Makassar untuk menetapkan Ikon Kuliner Makassar. Ikon Kuliner tersebut dinilai berdasarkan originalitas produk, potensi ekonomi, proses produksi, serta karakeristik khasnya. Setelah melalui proses pendataan, penjaringan dan diskusi yang panjang akhirnya ditetapkanlah 10 ikon kuliner Kota Makassar
- Coto Makassar
- Pisang Ijo
- Pallubasa
- Sop Saudara
- Konro Bakar
- Pallumara
- Pisang Epe
- Mie Kering
- Jalangkote
- Sop Konro
Ketika ikon sudah ditetapkan mari bersama-sama kita mengembangkannya. Entah dengan memperkenalkan kepada dunia, memodifikasinya atau memeliharanya agar tetap abadi hingga anak cucu kita.
***
Saya menyeruput kuah terakhir dari mangkok coto yang saya nikmati. Ikon nomor 1 kuliner Makassar. Karena kita ada di semangkok coto ini. Tentang perpaduan, tentang citarasa, tentang kedalaman serta tentang ketangguhan.