Pagi itu agak terburu-buru saya masuk ke Hotel Grand Celino, waktu telah menunjukkan pukul 9 lewat 40 menit. Saya sudah cukup terlambat dengan alasan klasik, kerempongan ibu-ibu. Sebagai Food Blogger saya diundang untuk menghadiri FGD Penyusunan Naskah Potensi Kuliner yang diadakan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kota Makassar.
Rupanya acara belum dimulai. Kami dipersilahkan menikmati coffee break dahulu sebelum acara dibuka.
Hasil survey Kementerian Pariwisata menunjukkan sedikitnya ada 5000 jenis kuliner khas di Indonesia. Sebagai kota yang berkembang cukup pesat di bidang pariwisata, Makassar, mendapatkan tempat tersendiri bagi pecinta kuliner. Berbagai sajian makanan terdapat di kota ini, mulai dari hidangan pembuka, hidangan utama hingga hidangan penutup. Bahkan ada istilah yang berkembang bahwa di Makassar, ada 5 waktu makan.
Sebelum masuk ke acara FGD, Ibu Reno Andang Suri seorang ahli kuliner sekaligus pengusaha rendang yang cukup terkenal memberikan pengantar kepada kami. Beliau menjelaskan tentang perbedaan mendasar antara wisata kuliner, destinasi pariwisata kuliner dan wisata grastonomi. Wisata Kuliner adalah sebuah perjalanan yang tujuan utamanya menikmati makanan di tempat yang dikunjungi. Destinasi pariwisata kuliner adalah aktivitas makan di suatu objek wisata. Dan Gastronomi tourism adalah sebuah proses perjalanan yang tidak hanya sekedar makan dan kenyang saja, tetapi memberikan pengalaman mendalam mengenai kuliner yang disajikan. Biasanya dilengkapi dengan sejarah, asal usul, pengetahuan tentang bahan hingga proses pengolahannya.
FGD ini diharapkan mampu membawa potensi kuliner di kota ini untuk dijadikan gastronomi tourism.
Beberapa tahun terakhir saya sangat tertarik dengan dunia kuliner. Saya menyimak perkembangan kuliner dari para pakarnya, salah satunya bapak Wiliam Wongso. Pada akun instagramnya, sering kali beliau membuat event berwisata ke pasar yang sekarang baru saya tahu bahwa itulah salah satu bagian wisata gastronomi.
Materi ibu Reno pun berakhir. Kami diberikan waktu untuk istirahat, sholat dan makan lalu masuk ke sesi berikutnya.
FGD menjadi agenda pada sesi kedua. Kami dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama dan kedua membahas tentang potensi wisata kuliner dan icon kuliner yang akan diajukan sedangkan kelompok 3 bertugas untuk membuat rencana perjalanan wisata kuliner di Makassar.
Kelompok 1 memilih coto sebagai icon kuliner Makassar yang memiliki potensi. Coto merupakan sebuah kuliner hasil adaptasi kuliner dari timur tengah yang kaya rempah namun disajikan di mangkok kecil khas kuliner China. Pada presentasinya, Aris Munandar, Dosen Arkeolog UNHAS, memaparkan beberapa hal yang membuat kelompok mereka memilih coto. Diantaranya karena coto sudah terkenal hingga mancanegara dan coto mengandung sejarah yang mendalam. Konon, coto adalah makanan yang diberikan kepada prajurit sebelum berperang dengan filosofi bahwa jeroan saja bisa dimakan apalagi musuh yang akan dihadapi.
Saya dan teman-teman kelompok 2 memilih pisang ijo sebagai icon kuliner Makassar. Berbagai alasan hasil diskusi kami telah saya beritakan di artikel ini: Tentang Pisang Ijo.
Hasil diskusi kelompok 3 dipaparkan dalam bentuk rencana perjalanan selama 3 hari 2 malam. Sebuah perjalanan wisata yang sangat menyenangkan yang membawa wisatawan untuk menikmati wisata-wisata kuliner terbaik di kota ini.
Makasih tulisannya Inar 🙂