Agak terburu-buru saya memasuki Art Work Cafe, sebuah kafe berkonsep unik di jalan Urip Sumihardjo, bersebrangan dengan pertigaan bekas Tugu Adipura. Sore ini saya berniat mengikuti workshop Food Photography yang diadakan di cafe itu. Waktu telah menunjukkan pukul 16.45, saya pasti sudah sangat terlambat, pikirku. Di jadwal, workshop akan dilaksanakan pukul 16.00, tapi karena anak saya lagi bermasalah dengan pencernaannya, jadi saya tidak bisa datang tepat waktu. Rupanya, workshop belum dimulai. Semua peserta masih menunggu di lantai 1. Tak lama berselang, panitia pun mengizinkan kami naik ke lantai 2. Workshop food photography akan segera dimulai.
Di awal bulan ini, saya mendedikasikan diri sebagai peserta tetap untuk semua workshop fotografi yang diadakan siapa saja. Terkhusus still life photography. Bila ada yang akan mengadakan workshop fotografi, entah itu gratis maupun berbayar, saya siap jadi salah satu pesertanya. Makanya begitu melihat iklan workshop yang diadakan Vedit ini di instagram, saya langsung mendaftar. Satu tahun terakhir saya serius belajar still life photography secara otodidak melalui kanal maya. Rasanya, itu tak begitu cukup, saya perlu mentor yang bisa membimbing saya secara langsung. Siapa pun dia. Karena saya yakin dan percaya kita bisa memperoleh ilmu dari siapa saja, entah mereka yang masih baru di bidang ini apalagi yang sudah lama berkecimpung disana.
Seperti hari ini, saya mendapatkan banyak ilmu dari Kakak Muhammad Fadhlullah, seorang fotografer yang wajahnya begitu familiar, entah pernah bertemu dimana. Meski beliau mengaku lebih banyak terjun di bidang fotografi model, namun banyak hal-hal baru tentang food photography yang saya dapatkan darinya. Pemateri yang akrab dipanggil Paloe itu memulai materinya tentang lighting, hal yang paling krusial dalam fotografi. Berhubung kami berada di ruangan tertutup, sumber cahaya yang digunakan berasal dari lampu. Karena selama ini saya hanya memanfaatkan natural light untuk menghasilkan foto makanan, sumber cahaya dari lampu ini adalah hal baru bagi saya. Tanpa ingin berlama-lama berteori, beliau pun langsung menjelaskan dalam bentuk praktek. Dalam prakteknya, kak Paloe memperlihatkan penggunaan sumber cahaya utama dan sumber cahaya pendukung. Lampu diletakkan di beberapa titik berbeda sehingga menghasilkan mood yang berbeda pula. Sama dengan workshop sebelumnya yang pernah saya ikuti, sumber cahaya untuk foto makanan sebaiknya dari samping atau dari belakang, sumber cahaya dari depan akan menghasilkan foto yang tidak berdimensi atau flat.
Kamipun mencoba praktek satu persatu. Syukurlah ada stand man, si pemegang lampu, yang berbaik hati mengarahkan lampu sesuai permintaan. Cahaya lampu yang terlalu kuat membuat bayangan yang jatuh terlalu keras, disarankan untuk menutupnya dengan kain putih atau kertas kalkir untuk men-diffuse cahaya agar lebih bias sehingga bayangan yang jatuh lebih soft.
Saat waktu magrib tiba, kami rehat sejenak. Sesi berikutnya dilanjutkan saat peserta selesai melaksanakan shalat. Dua pemilik usaha makanan terkenal di Makassar yakni Sosis Bakar 1345 dan Chicken Wings menyodorkan produknya untuk difoto. Sesi kali ini lebih santai, kami praktek sambil menikmati makanan yang disajikan. Kak Palo membebaskan kami untuk berpraktek dan mengatur styling sendiri sambil memberikan beberapa tips tambahan. Hingga akhirnya satu persatu dari kami harus pulang dan workshop pun berakhir.
Alhamdulillah, saya sangat senang bisa hadir di workshop ini. Berharap bisa kembali hadir di workshop-workshop serupa agar bisa menambah ilmu dan meningkatkan skill dalam bidang fotografi. Masih banyak fotografer khususnya food photographer yang masuk dalam list calon mentorku. Insha Allah kalau ada umur panjang dan kemurahan rejeki saya akan bertemu dengan mereka.
Satu pertanyaan dari Kak Paloe yang membuat saya berfikir hingga sekarang. Tertarikkah saya terjun ke dunia food photography secara profesional? Terus terang saya sangat tertarik, sampai kapan saya menjadikan ini sekedar hobi? Mengapa tidak berpikir untuk menjadikan penghasilan? Tapi saya tidak percaya diri, senjataku saat ini hanyalah kamera handphone. Masih banyak orang di luar sana yang meremehkannya. Belum pula ada rencana pembelian kamera dalam perencanaan finansialku tahun 2016, ada hal penting yang harus saya selesaikan. Selain itu, skill-ku masih perlu ditingkatkan, saya ingin berproses, belajar dan terus belajar. Sehingga kelak, jika saya sudah mampu membeli kamera saya betul-betul bisa menghasilkan foto yang baik. Karena foto makanan bukan sekedar memotret makanan, tapi bagaimana memberikan nyawa pada makanan yang kita jepret.