Akhirnya bisa berkunjung ke Manado juga setelah beberapa kali ada niatan mau ke sini. Waktu SMA punya teman dekat di Manado yang kenalannya hanya lewat ponsel saja. Sejak saat itu, terbersik pikiran suatu hari kalau ada waktu dan uang akan jalan-jalan ke sana. Sayangnya, hingga kami kehilangan kontak masing-masing, saya belum juga sempat kesana.
Akhirnya ke Manado
Tahun 2010 dapat proyek percepatan RTRW kota, sempat dijanjikan akan diterbangkan ke Manado untuk membantu tenaga ahli disana untuk mempercepat proses RTRW. Di Sulawesi Utara ada empat lokasi yang menjadi bagian proyek: Kota Manado, Tomohon, Bitung dan Kotamobagu. Sayangnya, hingga proyeknya selesai saya tidak juga diterbangkan kemana-mana termasuk ke Manado. Semuanya di urus melalui internet saja.
Sejak suami pindah kerja ke perusahaan Kipas Merah, dia beberapa kali ke Manado untuk mengurus pekerjaannya. Beberapa kali ingin ikut tapi selalu bertepatan dengan pekerjaan lain.
Dan akhirnya, akhir bulan lalu suami bilang dia akan ada meeting bulan depan, saya pun memutuskan untuk ikut. Lumayan untuk refreshing. Kalau mau dibilang Bulan Madu, bisa juga. Tapi pastinya bukan Bulan Madu kedua seperti kata seorang teman. Bagi kami, bulan madu itu setiap hari, setiap saat, saat kami menghabiskan waktu hanya berdua saja. Hehehe.
Liburannya makin spesial karena sang suami memilihkan hotel yang begitu indah. Hotel itu berdiri megah di atas gunung di tengah kota. Dari balkon kamar kami bisa melihat pemandangan kota Manado dan pantai.
Hari Pertama di Manado
Karena my lovely hubby ke sini untuk meeting, jadi selama dua hari, kamis dan jumat, saya harus jalan-jalan sendiri. Hanya berbekal petunjuk dari teman SMA yang telah menetap 8 tahun disini dan google map di hape, saya pun mengelilingi Kota Manado.
Nasi Kuning Khas Manado
Sebagai penggemar makanan, perjalanan hari pertama tentu yang dicari adalah wisata kuliner. Saya memulai dengan mencari nasi kuning yang jaraknya tidak jauh dari hotel. Nasi kuning disini beda, rasa khasnya terletak dari irisan ikan cakalang, daging sapi sambal dan bawang goreng.
Ikan cakalang yang menambah kemewahan nasi kuning ini, sebelumnya dimasak dengan lengkuas, jahe, gula merah dan cabe keriting. Setelah itu ditumis dengan menambahkan sedikit kecap. Jadi bisa dibayangkan betapa nikmatnya nasi kuning pulen yang hangat dipadu dengan tumisan tersebut. Satu lagi yang membuat nasi kuning ini berbeda, jika untuk dibawa pulang atau dibungkus kota lain menggunakan daun pisang atau kertas makanan, disini, nasi kuning tersebut dibungkus dengan daun woka sejenis daun janur. Unik.
Tinutuan atau Bubur Manado
Menjelang siang, saya naik angkot menuju kawasan kuliner Tinutuan dan makan lagi. Bahan utama makanan ini adalah labu kuning dilengkapi dengan singkong, daun bayam atau kangkung dan daun gedi serta daun leilem yang khas dari Manado. Rasa khasnya diperkuat dengan aromatik daun kemangi, serei dan daun salam. Dimakan bersama perkedel nike dan sambal roa. Sadaaap…
Dari kawasan kuliner Tinutuan, saya melanjutkan perjalanan menuju mall yang jaraknya tidak terlalu jauh kalau di lihat dari google map. Setelah berjalan kaki kurang lebih 10 menit, akhirnya ketemu juga Mega mall. Sebenarnya paling malas masuk mall karena tau, isinya sama saja dimana-mana. Akhirnya setelah berkeliling melihat mall, saya pun memutuskan naik angkot secara random.
Ongkos angkot disini lebih murah dari angkot di Makassar, cuma 3ribu sedangkan di Makassar 4ribu. Sayangnya, angkotnya ditata dengan posisi duduk semua menghadap ke depan, jadi efektifitas jumlah penumpang sangat kurang apalagi jarak tempuh satu putaran angkot sepertinya sangat pendek, jumlah angkot pun menjadi sangat banyak dan sangat mengganggu lalu lintas. Apalagi pusat keramaian berupa mall, tempat angkot banyak berhenti, terletak di satu garis jalan. Kalau tidak segera ditata dengan baik, Manado bisa menjadi sangat macet.
Tata Kota Manado
Hal yang unik dari kota ini adalah bentang alamnya yang sangat variatif. Mulai dari pantai, wilayah datar, bebukitan hingga gunung di tengah kota. Tentu ini menjadi sangat potensial untuk menjadi kota wisata dunia seperti yang saya baca di beberapa spanduk di kota ini.
Sayangnya, bentang alam yang unik tidak didukung tata bangunan yang punya ciri khas yang kuat. Bentuk bangunannya hampir seragam dengan kota-kota lain bahkan menurut saya terkesan semrawut. Pantai dan bebukitannya dikuasai pihak swasta dengan bangunan-bangunan yang angkuh.
Belum lagi masalah sampah. Pembangunan yang pesat dibeberapa titik-titik yang “indah” tersebut tidak dibarengi dengan analisis dampak lingkungan yang memadai sehingga wajar saja kalau banjir akan menyerang Kota Manado jika musim penghujan tiba. Bahkan bencana banjir yang lalu dikabarkan 13 orang yang meninggal. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah setempat untuk segera dilakukan pembenahan.
Saya kesini mau liburan atau mau jadi pengamat kota?
Pisang Goroho khas Manado
Setelah berkeliling kota dengan naik turun dari angkot satu ke angkot yang lain, perjalanan saya berakhir di Mantos, Manado Town Square. Dari tempat parkiran di belakang mall, saya duduk-duduk di bebatuan yang terletak di pinggir pantai melihat sunset sambil menunggu sang kekasih hati menjemput.
Malam itu kami mencoba Pisang Goroho goreng. Sebagai penggemar pisang, saya sangat suka apalagi dimakan dengan sambal khas Manado yang rasa pedasnya juara. Jadi pengen nambah lagi dan lagi sampe pisang goreng sepiring habis.
Hari Kedua di Manado
Masih harus jalan sendiri. Setelah berjalan mengelilingi semacam pasar sentral di sekitar hotel akhirnya saya ke mall lagi. Membaca mie Tinutuan, saya jadi penasaran dan ingin mencoba kuliner itu sebagai makan siang. Ternyata sama saja, hanya saja bubur nasi diganti jadi mie.
Dari Mantos saya menuju ke Mall lain yang belum sempat saya kunjungi kemarin. Nama mallnya IT center Manado, mirip MTC kalau di Makassar. Setelah berkeling-keliling akhirnya menuju ke foodcourt juga dan memesan Pisang Goroho. Saya sepertinya jatuh cinta dengan pisang ini.
Karena kurang enak badan, saya memutuskan pulang lebih cepat ke hotel sambil menunggu kakak tercinta yang katanya akan pulang lebih cepat dari kantor karena pengen berenang.
Malamnya, teman yang tinggal disini datang menjemput. Dia bersama suaminya mengajak saya menjemput adik-adik kelas yang kuliah disini dan kita sama-sama menikmati ikan bakar rica-rica di Malalayang. Hmm…rasa ikan dengan bumbu rica-ricanya luar biasa. Perjalanan dilanjutkan dengan karokean di Inul Vista. Delapan tahun tinggal di Manado, teman saya ini telah banyak menghapal lagu daerah Manado meski begitu dia tidak lupa logat Makassar. Baru diantar balik ke hotel setelah lewat jam 12 malam. Malam yang sangat seru dan menyenangkan, terima kasih Wati.
Hari Ketiga di Tomohon
Sabtu pagi sebenarnya kami berencana ke Bunaken tapi karena alasan cuaca akhirnya batal. Hikz. Padahal mau kesini untuk menyelam di Bunaken. Perjalanan kami pun menuju ke Tomohon bersama teman kantor suami. Mengunjungi Danau Linaw dan Danau Tondano yang menurut saya biasa saja. Bahkan Kak Aco bilang lebih cantik danau Unhas. Sayang objek wisata seperti itu tidak dirawat atau dikembangkan dengan baik. Padahal bayar retribusi.
Kawasan Boulevard Danau Tondano
Setelah menempuh jalan yang panjang dan perut sudah lapar, kamipun singgah di kawasan Boulevard di dekat Danau Tondano. Disini banyak warung yang berjejer. Bingung juga harus memilih salah satunya. Sang driver yang asli Manado pun tidak punya saran. Akhirnya kami memilih warung yang paling ramai.
Berbagai macam menu dipilih. Beberapa diantaranya menu yang biasa saja, yang agak aneh adalah Sate Kolobi. Setelah makan beberapa tusuk baru melihat cangkangnya digantung dekat pemanggangan. Dari cangkangnya mirip bekicot yang biasa jalan di tembok berlumut.
Perjalanan hari ini diakhiri dengan wisata ekstrim ketika masuk ke Pasar Beriman, Tomohon. Anjing, babi, tikus, kalelawar dan berbagai binatang lain dijual untuk dimakan oleh penduduk setempat. Cara pembunuhannya sangat tidak berperikebinatangan. Hewan tersebut dimasukkan di karung, di pukul kepalanya hingga mati dan dipanggang dengan api yang sangat panas. Mengerikan. Pulang dari sana langsung mandi, bau amisnya terasa ikut. Huek
.
Hari Keempat di Manado
Hari terakhir waktunya cari ole2. Setelah keliling gedung merciful, ujung-ujungnya hanya ambil satu kaos untuk Iccang dan 4 dos pia favorit kami berdua. Padahal pia itu khas Gorontalo bukan Manado. Tapi biarlah, itu yang kami suka. Tidak ambil klapertart, karena sang suami tidak terlalu suka klapertart yang disini tapi memakan lahap klapertart yang saya buat. Sebenarnya ingin membeli pisang goroho tapi tidak ada pisang Goroho mentah di jual di merciful ini, yang ada hanya yang telah menjadi keripik.
Akhirnya setelah 4 hari di Manado, kami pun harus balik ke Makassar. Sudah banyak hal yang harus dikerjakan disana. Berharap semoga suatu hari nanti sempat kesini lagi dan meluluskan keinginan untuk menikmati alam bawah laut Bunaken.
11-15 September 2013